BHETENO NETOMBULA


BHETENO NETOMBULA
Tercantum dalam sejarah Muna bahwa pada suatu hari, Mieno ( Pemimpin Wilayah ) Wamelai akan mengadakan pesta raya, seluruh masyarakat Muna di delapan wilayah dikumpulkan untuk turut membantu mempersiapkan pelaksanaan pesta tersebut. Sekelompok orang yang ditugaskan untuk mencari bamboo dihutan, menemukan seorang lelaki yang gagah perkasa di dalam rumpun bamboo yang akan ditebang, ada juga yang mengisahkan bahwa manusia tersebut ditemukan dalam ruas bamboo.
Karena penemuan tersebut dianggap aneh, lelaki itu kemudian dibawah menghadap pada mieno Wamelai . Dihadapan mieno Wamelai dan pemimpin wilayah lainnya lelaki itu mengaku bernama LA ELI alias BAILDHUL JAMAANI Putra Raja Luwu di Sulawesi selatan. Dituturkan dalam tradisi lisan, kedatangan LA ELI alias BAILDHUL JAMAANI di Muna untuk menunggu istrinya yang saat ini sedang hamil dan akan datang menemui dirinya. Tempat pertemuan yang mereka sepakati untuk pertemuan itu adalah Pulau Muna ( Wuna).
Selang beberapa hari setelah penemuan manusia dalam rumpun bamboo tersebut, tersiar kabar bahwa di Lohia pesisir Timur Pulau Muna, tepatnya di Curuk Napabale ditemukan seorang wanita cantik. Wanita tersebut mengaku bernama WA TANDI ABE . berasal dari kerajaan Banggai di Sulawesi Tengah, dia datang di Muna dengan menumpang sebuah talang dan terdampar ditempat itu. Tujuan kedatangannya adalah untuk bertemu dengan suaminya yang telah menungguhnya disuatu tempat dimana talang yang ditumpanginya terdampar.
Kabar tentaang terdamparnya seorang wanita di Lohia tersebut tersebar luas begitu cepat dikalaangan masyarakaat. Pada suatu hari kabar itu sampai juga ditelinga MIENO WAMELAI di Tongkuno, sehingga beliau memerintahkan agar wanita tersebut di dibawa menghadap dirinya guna dipertemukan dengan LA ELI alias BAIDHULJAMANI untuk di konfrontir. Ternyata setalah dipertemukan keduanya mengaku sebagai suami istri dan mereka yang saling mencari . Dalam pertemuan tersebut Wa Tandi Abe juga mengaku dalam keadaan hamil, dan janin dalam rahimnya tersebut adalah darah daging dari LA ELI alias BAIDHUL JAMANI suaminya yang ada dihadapannya saat ini.
Karena peristiwa itu dianggap luar biasa dan tidak lazim, maka rapat dewan adat menyepakati untuk ‘memingit’ keduanya dalam sebuah kelambu selama tujuh hari tujuh malam. Tujuan pemingitan adalah untuk mencegah hal-hal negative yang timbul akibat penemuan dua orang yang aneh tersebut dan mengaku sebagai Suami istri. Setelah tujuh hari dalam ‘pingitan’, ternyat tidak ada kejadian yang luar biasa sehingga keduanya di keluarkan dari pingitan kemudian di nikahkaan kembali menurut adat yang berlaku dikalangan masyarakat Muna.
Peristiwa pemingitan tersebut akhirnya menjadi tradisi dan menjadi syarat yang harus dilalui seseorang yang akan menjadi Raja Muna. Peristiwa ini juga menjadi tradisi yang harus dilalui seorang wanita yang telah memasuki usia baliqh sebagai tanda kalau wanita tersebut sudah siap untuk dinikahkan. Tradisi ini diberi nama ‘ Kaghombo’ dan masih terpelihara dengan baik sampai saat ini.
Perkawinan antara LA ELI alias BAIDHUL JAMANI dengan WA TANDIABE melahirkan tiga anak yaitu KAGHUA BANGKANO FOTU. RUNTU WULAE dan KILAMBIBITO. KAGHUA BHANGKANO FOTU kemudian menjadi Raja Muna II dengan gelar SUGI PATOLA. Sugi berarti ’Yang Dipertuan’. RUNTU WULAE kembali ke Luwu untuk menjadi Raja di sana sedangkan KILAMBIBITO kawin dengan LA SINGKABU (kamokulano Tongkuno) Putera dari MINO WAMELAI ( La Kimi. Sejarah Muna, Jaya Press ).
LAKILAPONTO Raja Muna VII dan Raja Buton VI/ Sultan Buton I manusia yang fenomenal karena pernah memimpin lima kerajaan dalam waktu yang bersamaan berasal dari garis keturunan sugi tersebut.
Dalam sebuah rapat dewan adat dan semua pemimpin wilayah, disepakati bahwa La Eli atau Badhuljamani adalah manusia sakti dan pantas untuk dinobatkan menjadi pemimpin tertinggi di Muna. Setelah dinobatkan menjadi pemimpin tertinggi, La Eli/ Baidhuljamani mendeklarasikan Muna sebagai sebuah Kerajaan dan dirinya adalah Raja Pertama dengan Gelar Bheteno Ne Tombula ( yang Muncul di Bambu ) sedangkan istrinya ( permaisuri ) bergelar Sangke palangga ( yang menumpang pada talam). Sejak saat itulah Muna menjadi sebuah kerajaan.
Tugas pertama Bheteno ne Tombula Setelah menjadi Raja adalah melakukan penataan struktur pemerintahan dan struktur masyarakat Muna. Dalam struktur pemerintahan Bheteno Ne Tombula menetapkan :
1. Raja sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan dengan gelar Lakina.
2. Kepala Pemerintahan Wilayah dengan gelar Mieno (pemimpin ) dan Komokula ( Yang dituakan )
3. Rakyat atau kelompok yang diatur dengan gelar Ana ( yang dianggap anak ).
Pembagian wilayah pada masa pemerintahan Bheteno Ne Tombula masih memakai system yang lama delapan wilayah yang yang terdiri dari ;
1. Mieno Kaura
2. Mieno Kansitala
3. Mieno Lembo
4. Mieno Ndoke.

Dan empat kamokula adalah sebagai berikut ;
1. Kamokulano Tongkuno
2. Kamokulano Barangaka
3. Kamokulano Lindo
4. Kamokulano Wapepi
Untuk mengatur Pemerintahan, bheteno Ne Tombula membagi masyaraakat Muna menjadi tiga Golongan yaitu :
1. Golongan Beteno Ne Tombula, Golongan ini yang berhak menjadi raja
2. Golongan Mieno Wamelai, Golongan ini berhak untuk menjadi kepalah pemerintahan wilayah.
Golongan Rakyat adalah orang yang diatur.
Struktur pemerintahan, pembagian wilayah dan pembagian golongan ini berlangsung sampai masa pemerintahan Raja Muna VI SUGI MANURU.

Diterbitkan oleh Muhammad Alimuddin

Aktivis NGO, jurnalis dan pemerhati sejarah dan kebudyaan Muna

Silakan berkomentar dengan santun

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.